Riding ke sekolah pagi-pagi dari Mojokerto ke Puncu ternyata membuat perut ini mudah lapar, makanya kadang kalau sudah di tujuan, saya segera ke kantin untuk sarapan. Namun kemarin ketika perjalanan masih sampai di daerah Ngoro, ada warung soto ayam yang setiap hari selalu ramai pengunjung, saya jadi penasaran pengen mampir kesana. Kalau lihat warung yang banyak pengunjungnya, berarti masakannya cukup enak donk??
Saya geser saklar lampu sein GL Max ke kiri lalu menepi di sebelah warung. Lalu pesen soto ayam satu porsi dan teh hangat.
“pakai jerohan mas?” begitu kata penjualnya.
“nggak pak, biasa saja” jawab saya yang memang nggak suka jerohan. Masih lebih enak yang porsi biasa saja.
Nggak lama pesenan saya datang, wow ternyata ada koyanya…saya berpikir ini rasanya pasti seperti soto ayam yang ada di Mojokerto, yaitu soto khas lamongan, karena semua soto ayam disana kuahnya kuning serta ada serbuk koyanya itu. Saya ngicipi kuahnya dulu dan memang terasa sedap, percis kayak soto ayam di Mojokerto, pokoknya rasanya pas banget, apalagi suwiran daging ayamnya cukup banyak, pantesan banyak yang suka ke warung ini.
Sekitar 15 menit nongkrong menikmati soto ayam, saya bergegas melanjutkan perjalanan lagi menuju sekolah sekitar 25 km lagi. Perut sudah kenyang dan mata ini rasanya ringan dan cerah. Oiya posisi warung ini tepatnya di timurnya kantor PLN Ngoro, sebelah utara jalan. Namun bukanya cuma pagi doank kayaknya, soalnya pas siang pulang ke mojokerto, warung ini sudah tutup. Harga soto ayam beserta teh hangat saya cuma habis 10 ribu saja, cukup murah kan? (Ochim)